BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Reformasi merupakan suatu perubahan terhadap suatu
sistem yang telah ada pada suatu masa. Dan mMenurut arti kata dalam bahasa
indonesia Pengertian Reformasi adalah
perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama)
dalam suatu masyarakat atau negara. Contohnya krisis financial asia yang
menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan
masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu
menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ
aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia
Pemerintahan
soeharto semakin disorot setelah tragedi trisakti pada 12 mei 1998 yang
kemudian memicu kerusuhan mei 1998 sehari setelahnya.gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia.dibawah
tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri.soeharto akhirnya memilih
untuk mengundurkan diri dari jabatannya
Awal
keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dan
kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof Dr. BJ. Habibi
pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan
pemerintahan transisi yang akan membawa Indonesia untuk melakukan
reformasi secara menyeluruh serta menata system ketatanegaraan yang lebih
demokratis dengan mengadakan perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan
tuntutan zaman.
Pelaksana
demokrasi pada masa Orde Baru terjadi selain karena moral penguasanya, juga
karena memang terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam
pasal-pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang
politik untuk tegaknya demokrasi melalui perubahan perundang-undangan, juga
diperlakukan amendemen UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN REFORMASI
Reformasi merupakan suatu gerakan yang
menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan
kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih
baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi
kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan
faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya,
reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena
itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut.
Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian
kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional
diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan
budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman,
tenteram, dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin
nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun
demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi
pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil
dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
1) Reformasi
Prosedural,
adalah
tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran normatif atau aturan
perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju aturan demokratis.
Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin adanya ruang
kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik. Undang- Undang
yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan masyarakat untuk
membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari identitas masing-
masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus melindungi kepentingan
masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah
kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat
penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu.
Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan
peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan (amandemen).
Undang-Undang
No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik
telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi
asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua
undang-undang tidak mungkin
1.
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi
Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun
2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu
dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara prosedural
terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara
masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya
yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah
memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha
produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat
yang mana yang dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut
Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan
rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati
oleh rakyat kapital (konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM).
Sedangkan rakyat proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton,
objek politik, dan bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha,
dan penguasa.
2) Reformasi
Struktural,
adalah
tuntutan perubahan institusional negara dari birokratik menuju birokrasi.
Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis, sentralistik dan otoriter.
Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif, penegak keadilan, transparantif,
dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah suport system reformasi
yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non
struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada reformasi struktural.
Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki fungsi pengawasan,
mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung dengan masyarakat atau
pihak selain instansi pemerintah (lapis primary), biasanya
anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan kedudukan sekretariat tidak
menempel dengan instansi pemerintah konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998
hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi
Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi
Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan,
Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki kewenangan, yakni:
meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat atau
institusi terkait, melakukan pemeriksaan(investigasi), mengajukan
pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama dengan
perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan
mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin
dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya,
komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan
membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki
proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran
birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good
governance) yaitu birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai
pelayan masyarakat.
3) Reformasi
Kultural,
adalah
tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir, cara pandang, dan budaya seluruh
elemen bangsa untuk menerima segala perubahan menuju bangsa yang lebih baik.
Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk mewujudkan agenda reformasi
prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi
kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak
memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi prosedural dan
kultural adalahhadwernya, reformasi kultural adalah sofwernya.
Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan komputer yang baik.
2.2 SEBAB SEBAB LAHIRNYA REFORMASI
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pokok merupa-kan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun,
persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang
mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan
hukum. Pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun,
ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melak-sanakan cita-cita orde baru.
Pada awal kelahirannya tahun 1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Masih ingatkah kamu akan pengertian orde baru? Orde baru adalah tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan pelaksanaan pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde
baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat
kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk
mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu telah melahirkan krisis
multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi,
seperti:
1) Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998
merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru.
Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu
dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebe-narnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden
Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan
orde baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan
demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk
rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pemerintahan orde baru selalu melakukan
intervensi terhadap ke-hidupan politik. Misalnya, ketika Kongres Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai,
sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI.
Keja-dian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri mulai memanas. Namun,
pemerintahan orde baru yang didukung Golongan Karya (Golkar) merasa tidak
bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah dalam rangka
memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh
pemerintah orde baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada
di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat'. Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan seke-lompok
orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar
anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para
istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara.
Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa
tidak percaya masya-rakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR.
Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang
dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum
cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet,
menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan reformasi total dalam segala bidang
kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN.
Di samping itu, gerakan reformasi juga
menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket undang-undang politik
yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan. Keadaan partai-partai politik dan
Golkar dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Pembangunan nasional selama pemerintahan orde baru dipandang telah gagal
mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan. Bahkan, pembangun-an nasional telah mengakibatkan terjadinya
ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial.
Krisis politik semakin memanas, setelah
terjadi peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu sebagai
akibat pertikaian internal dalam tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi
menyerbu kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh PDI pimpinan Megawati.
Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang membawa korban, baik kendaraan, rumah,
pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa. Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan
ekses dari kebijakan dan rekayasa politik yang dibangun pemerintahan orde baru.
Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat
represif, yaitu ada-nya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak
oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang
represif, di antaranya:
1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik
kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang
Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang
melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki
kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang
memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam
pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak
terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR,
tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
Ciri-ciri itulah yang menjadi isi tuntutan
atau agenda reformasi di bidang politik.
Sepanjang tahun 1996, telah terjadi
pertikaian sosial dan politik dalam kehidupan masyarakat. Kerusuhan terjadi di
mana-mana, seperti pada bulan Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996
di Tasikmalaya (Jabar) dan di Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan
Pontianak (Kalbar). Ketegangan politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu
Tahun 1997 yang berubah menjadi konflik antar etnik dan agama. Pada bulan Maret
1997, terjadi kerusuhan di Pekalongan (Jateng) yang meluas ke seluruh wilayah
Indonesia. Bahkan, kerusuhan di Banjarmasin meminta korban jiwa yang tidak
sedikit jumlahnya. Keadaan itulah yang ikut mendorong lahirnya gerakan
reformasi.
Kekecewaan rakyat semakin memuncak ketika
semua fraksi di DPR/MPR mendukung pencalonan Suharto sebagai presiden untuk
masa jabatan 1998-2003. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998, Suharto
terpilih sebagai Presiden RI dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden untuk masa
jabatan 1998-2003. Bahkan, MPR menetapkan beberapa ketetapan yang memberikan
kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan negara. Semua itu tidak
dapat dipisahkan dari komposisi keanggotaan MPR yang lebih mengarah pada
hasil-hasil nepotisme.
Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan
berusaha menekan kepemimpinan Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi.
Para mahasiswa, anggota LSM, cendekiawan semakin marah ketika bebe-rapa
aktivitis ditangkap oleh aparat keamanan. Gerakan reformasi tidak dapat
dibendung dan dipandang sebagai satu-satunya jawaban untuk menata kehidupan
masyarakat Indonesia yang lebih baik.
2) Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan
orde baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun,
pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus
dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani
masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran
para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945
yanf menyatakan bahwa 'kehakiman me-miliki kekuasaan yang merdeka dan
terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)'.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang
dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan
dapat ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan
dalam kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau
peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para
mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya
kehidupan yang demo-kratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang
sesuai dengan kesalahannya.
3) Krisis
ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia.
Ter-nyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda
dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar
rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat.
Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat
turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai
tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per
dollar.
Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan
pertumbuhan eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah
lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus
dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan
mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ternyata, usaha
pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil karena pinjaman bank-bank
bermasalah justru semakin besar.
Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah
harus menanggung beban hutang yang sangat besar. Di samping itu, kepercayaan
dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun
semakin melemah. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang
ketat dan bunga bank tinggi guna membangun kepercayaan dunia internasional.
Namun, krisis moneter tetap tidak dapat diatasi.
Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar
hutang-hutang luar negerinya, meskipun telah jatuh tempo. Oleh karena itu,
beberapa perusahaan harus mengurangi kegiatannya dan sebagian lagi harus
menghentikan kegiatannya sama sekali. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK)
terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli
masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya
semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi perekonomian nasional semakin
memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin
menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin
tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia,
seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di
pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah meminta bantuan kepada
Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat
direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari
1998.\
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
1. Hutang Luar Negeri Indonesia. Hutang
luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis
ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat
besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai
bulan Februari 1998, sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang
Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipim-pin Presiden Suharto di Bina Graha,
hutang Indonesia telah menca-pai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan
hutang swasta menca-pai 73,962 dollar Amerika Serikat.
2. Pelaksanaan
Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah orde baru ingin men-jadikan negara
RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris
dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu,
mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit
karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu
semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat
melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan kon-sekuen.
3. Pemerintahan
Sentralistik. Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik
sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu,
peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana
semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga peme-rintah daerah tidak dapat
mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara
pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam menga-tasi krisis ekonomi
karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.
4)
Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan
penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak
demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis
dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa
daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan
yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan.
Sementara, ketimpangan perekono-mian Indonesia memberikan sumbangan terbesar
terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas,
tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan
faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana
tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
dapat menjadi faktor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu
mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cende-kiawan dengan
kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah
satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara
besar-besaran. Semangat para maha-siswa telah mendorong para buruh, petani,
nelayan, pedagang kecil untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber
krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali
mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak
tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong sebagian
masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan
alasan keamanan.
5)
Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa
Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan
Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik
yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah
melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh
para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan
ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi mahasiswa terjadi pada
tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang
berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan, setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana,
Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto,dan Hafidhin Royan. Sedangkan
para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit
jumlah, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para
demonstran.
Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden
Suharto sedang menghadiri KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut
Presiden Suharto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab atas
tragedi tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Suharto kembali ke Tanah
Air dan masyarakat menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Bahkan,
beberapa kawan terdekatnya men-desak agar Presiden Suharto segera mengundurkan
diri. Dengan demi-kian, tuntutan pengunduran diri itu tidak hanya datang dari
para maha-siswa dan para oposisi politiknya.
Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang
semula untuk mengadakan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah
menjadi mimbar bebas. Para mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung
wakil rakyat itu, sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya,
tuntutan mahasiswa tersebut mendapat tanggap-an dari Harmoko sebagai pimpinan
DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan
agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Namun, himbauan pimpinan DPR/MPR agar
Presiden Suharto mengundurkan diri dianggap sebagai pendapat pribadi oleh
pimpinan ABRI. Oleh karena itu, ketidakjelasan sikap elite politik nasional
telah mengundang banyak mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR.
Untuk menyikapi perkembangan yang terjadi,
Presiden Suharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh
masyarakat di Jakarta. Kemudian, Presiden Suharto mengumumkan tentang
pembentukan Dewan Reformasi, perombakan Kabinet Pembangunan
VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan kembali. Namun,
usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat dilaksanakan karena sebagian besar
orang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi dan seorang menteri menyatakan
mundur dari jabatannya. Keadaan itu merupakan bukti bahwa Presiden Suharto
telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa, aktivis LSM,
pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat, maupun dari
kawan-kawan terdekatnya.
Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden
Suharto menyatakan mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan
kekuasaan kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie
diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang
baru di Istana Negara.
Agenda reformasi yang disuarakan para
mahasiswa mencangkup beberapa tuntutan, seperti :
· Adili suharto dan kroni – kroninya,
· Laksanakan amandemen UUD 1945
· Penghapusan dwi fungsi ABRI
· Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas –
luasnya
· Tegakan supremasi hukum
· Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan
berhasil dengan baik, maka perlu disusun strategi yang tepat, seperti:
1. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek
mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi
kemudian.
2. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan
reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara tepat.
Reformasi yang tidak terkontrol akan
kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Reformasi
semacam ini akan mengalami kegagalan. Dengan demikian, cita-cita untuk
mem-perbaiki kehidupan masyarakat Indonesia tidak akan berhasil.
Solusi kembali pada kebesaran negeri ini
pasca reformasi
Untuk
menumbuhkan pohon bangsa yang subur dan berbuah serta tidak berhama, kita harus
mengkaji, menganalisa dan memperbaiki dari akar pohon tersebut sebagai penyebab
berdiri dan runtuhnya pohon tersebut. Atas pengertian tersebut diatas, pohon
bangsa ini kita artikan terdiri dari, pohon legislatif, ranting eksekutif dan
daun-daun serta kembang-kembang masyarakat berbangsa. Untuk menuju solusi
Reformasi tak tercela menuju kebesaran bangsa, kita sebagai pohon dalam satu
kesatuan tidak dapat bekerja sendiri-sendiri, akan tetapi kita mesti memiliki
kesadaran bersama dalam fungsi di peran masing-masing pohon tersebut. Meninjau
bersama-sama terhadap akar yang menjadi peranan terhadap tumbuh dan besarnya
kita di pohon tersebut. Apabila kita menyangkut pada akar permasalahan,
maka kita tidak dapat terlepas dari faktor norma dan spiritual yang menjadikan
mekanisme penyelesaiannya, dimana akar itu tidak terlihat, akan tetapi sangat
menentukan! Begitu pula penyelesaian secara norma dan spiritual, tidak bedanya
dengan fungsi akar terhadap pohon !!!.
Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini
besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon
legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat
berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa
ini.
- Fungsi pohon legislatif (DPR-MPR) untuk penyelesaian dan perbaikan bangsa
adalah bagaimana peran legislatif untuk merubah hukum produk luar digantikan
menjadi hukum nurani kita yang bersumber pada kehidupan madani tatatentrem
kertoraharjo, silih asah silih asih silih asuh dimana hukum kita mestinya hanya
bersumber pada teguran dan pembinaan di bawah pengawasan perwakilan sesuai
idiologi bangsa ini dan tidak menghukumi yang sifatnya memenjarakan, dimana
status manusia, kita samakan dengan fungsi hukuman terhadap binatang, dimana
manusia bangsa ini direndahkan oleh aturan bangsanya sendiri. Kita jangan takut
dan minder oleh bangsa lain yang tidak memiliki akar budaya sebagai manusia
beradab !!!
- Fungsi dahan dan ranting pohon eksekutif (pemerintahan) dalam penegakan
wibawa dan pengayoman mengurus dan menata kehidupan berbangsa, saya sarankan
pemerintah mengadakan upacara ritual untuk menyampaikan penghormatan, pengakuan
dan rasa terima kasih kepada seluruh unsur yang mendorong menjadikannya Negara
ini berdiri dan diakui oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini perlu dilakukan agar
seluruh komponen pemerintahan tidak terkutuk dan kena imbas nasib para
pendorong pendiri negara ini. Dimana saya melihat nasib seluruh pimpinan Negara
dan jajarannya dari yang terdahulu sampai saat ini seperti mengalami nasib
serupa, dimana setelah berkarya besar di dalam peran kepemimpinannya diakhiri
oleh nasib yang dicampakkan, ibarat habis manis sepah dibuang. Dimana hal ini
menunjukan citra pemerintahan Negara ini kurang baik atas hal itu. Insya Alloh
apabila norma penghargaan tersebut telah dijalankan, akan lahir dan terlihat
pemerintahan yang baik dan direstui, yang sepatutnya setiap orang yang telah
berperan dipemerintahan mendapat penghargaan dan penghormatan yang
layak.
- Peran dan fungsi perbaikan daun dan kembang masyarakat di pohon bangsa ini
adalah, Kami dari Paguron Syahbandar Kari Madi siap memberikan peran pada
kehidupan berbangsa dimana Kami siap pula memberikan kekuatan batin spiritual
kepada masyarakat bangsa ini untuk menjadikan bekal kekuatan dalam kehidupan
bagi seluruh masyarakat di bangsa ini, yang menjadikan bangsa ini kelak
dihormati dan dihargai, tentunya akan berpatokan pada perilaku masyarakatnya
yang handal, profesional dan mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi dan
luhur.
Kami siap memberikan pola itu kepada seluruh elemen bangsa agar bangsa ini
dengan instant mendapat kekuatan izin hidup, focus pada tujuan, penuh percaya
diri, dapat memahami berbagai falsafah dan sinyal-sinyal kehidupan serta
dikabulnya apa yang di cita-citakan yang sebelumnya tidak. Kekuatan ini diambil
oleh formula jurus persenyawaan kita dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Kuasa yang
sudah terimplentasi di 120 cabang Paguron Kami di seluruh Nusantara dan Luar
Negeri. Andai seluruh elemen bangsa ini mempunyai kekuatan batin spiritual yang
tinggi, sehat jiwa dan raganya, tenang hidup dan pemikirannya, dibarengi oleh
restu alam dan Tuhan dalam keseharian hidupnya, entah akan menjadi apa Bangsa
dan Negara ini.
BAB III
KESIMPULAN
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya,
adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan
budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan,
dan persaudaraan
Langkah
perubahan menuju perbaikan nasib bangsa ke depan tidak boleh berhenti pada
wacana. Reformasi membuat rakyat semakin cerdas karena memiliki kebebasan
mengekpresikan pikiran dan pendapat tanpa takut ditekan atau dipenjarakan.
Dengan cerdas rakyat ikut memantau realiasi program dan mencatat semua janji
pemimpin. Perubahan harus mencakup berbagai aspek peningkatan kualitas
material, moril, paradigma dan mentalitas bangsa secara menyeluruh. Itulah
tujuan reformasi sesungguhnya. Mewujudkan perubahan radikal, meningkatkan
kesejahteraan moril, material, kesadaran mental dan rasa keadilan yang tumbuh
secara simultan. Terbersit harapan besar untuk mencapai taraf hidup
berkualitas dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik bagi semua elemen
masyarakat dibanding pra reformasi. Berjuang mengisi kemerdekaan dengan
berupaya terus meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Menjawab
Soal
1) Apa arti dan makna reformasi yang di harapkan ?
Ari
reformasi gerakan moral yang bertujuan untuk menata perikehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berda-sarkan Pancasila, serta
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).
Makna
reformasi adalah yang paling mulia, bukan keadilan atau kemakmuran masyarakat,
tetapi bahwa masyarakat menjadi makin baik. keadilan dan kemakmuran
sangat penting. Tetapi lebih penting lagi adalah struktur sosial, budaya,
ekonomi, hukum dan politik yang menguntungkan perilaku yang baik dan merugikan
perilaku yang jelek. Menurut pandangan saya, orang Indonesia sudah mempunyai
masyarakat yang baik di antara yang paling baik di dunia.
2)
Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan negara menuju
tujuan nasional ?
Kita
sebagai warga negara yang cinta dengan bangsanya harus mempunyai rasa cinta
dengan tanah kelahiran kita, tanah tempat kita mencari nafkah sehari-hari
secara turun temurun.Apakah kita tidak malu dengan perjuangan para pahlawan
kita, yang demi untuk anak cucunya mereka rela mengorbankan nyawanya, demi
untuk bangsanya, mereka rela disiksa, rela melihat orang yang paling dicintai
gugur sebagai pahlawan, Belum lagi pengorbanan rakyat kita yang terkenal dengan
peristiwa " korban 40.000 jiwa di Sulawesi-Selatan" dan tentunya
banyak lagi yang tidak bisa disebut satu persatu. Sungguh suatu pengorbanan
yang mulia demi karena cinta kepada negara dan bangsa INDONESIA. Kami rasanya
malu kepada para pahlawan yang telah gugur demi kejayaan bangsa. Apakah kita
masih tidak mau memikirkan bangsa ini ? apakah kita masih memilih untuk
memikirkan kepentingan masing-masing atau golongan ?.Saatnya kita harus merajut
dan bersatu untuk bersama-sama memikirkan bangsa ini, minimal kita memikirkan
" apa yang dapat saya lakukan untuk bangsaku ".
Kepada member generasi muda peduli bangsa, mari kobarkan semangat di dada,
semangat juang para pahlawan yang telah gugur mendahului kita dengan meneruskan
cita-citanya. Kepada para cendekiawan, andalah tumpuan harapan kami untuk
memikirkan bangsa ini. Kepada para pemimpin, andalah pemegang amanah negeri
ini, pemegang amanah para pahlawan yang telah gugur mendahului kita.
Kepada para politisi, andalah pengambil kebijakan dalam kemajuan bangsa ini,
penentu masa depan bangsa, jangan lagi berebut kekuasaan demi kepentingan
kelompok atau golongan masing-masing, tengoklah rakyat kita yang sedang
bergelut berjuang sekedar mempertahankan hidup. Kepada para penegak hukum,
andalah tempat berlindung para pencari keadilan, pemegang amanah rasa keadilan,
pencipta ketaatan dan kesadaran hukum . Kepada para petinggi Angkatan
Bersenjata, andalah pengawal bangsa ini dari para penjajah, pengawal bangsa
dari gangguan pergaulan internasional, pengawal lautan yang melimpah ruah,
pengawal aset bangsa.
Kepada para ulama/rohaniawan, andalah penyejuk dan penerang alam ini, maka
sejukkanlah bangsa ini dari kegarangan, kecongkakan dan ketamakan. Kepada
rakyat tercinta, kitalah penerus jiwa para pejuang yang telah gugur, berilah
balas budi kepada para pahlawan kita dengan tidak merusak alam ini. Kepada para
jurnalis, andalah corong pembangunan bangsa, pengawal reformasi, pembawa berita
untuk mencerdaskan bangsa. Kepada para guru tercinta, andalah pencetak generasi
yang cinta dengan tanah airnya, pencetak generasi kreatif, perekayasa,
pencipta, generasi pembaharu, generasi holistik, generasi yang
bermoral.
Kalaulah semua elemen bangsa ini menyadari amanah yang diwariskan oleh para
pahlawan kita, maka tentunya kita menuntut ilmu dalam rangka membangun bangsa,
bukan dalam rangka membangun kemapanan dan kesuksesan personal semata.
Keahlian, keterampilan, kemampuan, kecerdasasan yang kita dapatkan sebagai
anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa akan kita manfaatkan sepenuhnya untuk
kemajuan bangsa demi anak cucu kita di masa depan.
Penulis sungguh terharu membaca Motivation Letter yang ditulis oleh Andrea
Hirata dalam proposal risetnya untuk memperoleh beasiswa ke Sorbonne Prancis
dikatakan bahwa : " Akan saya sumbangkan seluruh ilmu dan pengalaman riset
yang saya dapatkan di Sorbonne demi kemajuan nusa dan bangsa, demi tanah tumpah
darah saya! Tak berlebihan saya sampaikan bahwa secara diam-diam, sebenarnya
saya telah lama bercita-cita ingin mencurahkan seluruh kemampuan yang saya
miliki, tak digajipun tak apa-apa, demi mengangkat harkat dan martabat umat
manusia yang masih terbelakang di negeri saya, negeri yang benar-benar saya
cintai dengan sepenuh jiwa….."(Edensor, Buku ke tiga tetralogi Laskar
Pelangi ). Pendidikan yang kita peroleh dengan susah payah, penuh perjuangan,
pengorbanan, tidak akan kita gadaikan dengan perbuatan yang merusak bangsa ini.
Kita tidak akan tega mengotori pembangunan bangsa ini dengan tindakan korupsi,
penyelewengan, penipuan, penyelundupan, menyusahkan orang lain, dsb. Pendidikan
yang kita peroleh akan kita gunakan untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan
kita
3) Dalam mengeluarkan pendapat
apakah batas – batas yang harus dijaga, supaya tidak menggangu stabilitas
nasional ?
· Mengatakan
hanya kebenaran yang sesuai dengan fakta
· Menghindari
kata – kata tertentu yang dpat mengangu ketertiban umum
· Menghindari
kata – kata yang mengajak orang lain untuk melakukan tindak kriminal
Ketiga
katagori ini merupakan pegangan dalam penilaian apakah penyalahgunaan kebebasan
pendapat telah di jalankan atau belum. Mengenai kebenaran bahwa tuduhan
merupakan pernyataan yang dapat mengangu ketertiban karna dapat memberikan
kesan lain yang tidak sebenarnya.
4)
Faktor – faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini ?
Krisis
Politik
Sebenarnya,
sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau
sistem politik yang dibangun oleh pemerin-tahan orde baru. Masyarakat tidak
peduli terhadap pemerintahan yang demokratis atau otoriter. Yang penting
masyarakat dapat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan
pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar
masyarakat hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Nemun
dalam kenyataannya, dambaan masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan politik yang dibangun pemerintahan Suharto. Bahkan, segala kebijakan
pembangunan nasional bersumber dari kebi-jakan politik pemerintah. Oleh karena
itu, ketika harapan masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka muncul
tuntutan-tuntutan agar pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat kecil.
Di sisi lain, kehidupan politik yang represif telah melahirkan konflik,
kerusuhan, dan kekacauan sehingga masyarakat merasa cemas dan khawatir karena
ketenangan, ketenteraman, dan keamanannya terancam. Bahkan, kerusuhan dan
kekacauan itu dapat menghentikan aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan. Keadaan itulah menyebabkan terjadinya krisis politik.
Sementara,
pemerintahan orde baru sendiri tidak mampu meng-atasi krisis politik yang
diciptakannya. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling
realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari
jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan orde baru dan Presiden Suharto
dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik
sehingga perlu diganti. Dengan demikian, pemerintahan orde baru telah menggali
kuburan untuk dirinya sendiri.
Krisis
Sosial
Krisis
moneter, ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara
Indonesia dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan
kehidupan masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai
kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat.
Demonstrasi-demontrasi
yang dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial.
Kerusuhan, kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus
terjadi di beberapa daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat,
dan Pekalongan. Di samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja
(PHK) telah menambah krisis sosial. Kenyataan itu merupakan bukti
ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila masyarakat
kemudian menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri dari kursi
kepresidenan. Dengan demikian, jatuhnya pemerintahan orde baru sebenarnya
karena kemau-an dari para penguasa yang bersangkutan.
Krisis
Hukum
Kekuasaan
kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan.
Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan keha-kiman harus menjadi pelayan kepentingan
para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, mengherankan apabila
seseorang yang diang-gap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang
dianggap tidak bersalah malah harus masuk ke penjara. Tahukah kamu orang-orang
telah melakukan korupsi, tetapi tetap hidup merdeka dan dapat menik-mati hasil
korupsinya?
Memang
harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa orde baru tidak dapat dijadikan
barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan dengan krisi moneter,
ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan
itulah yang menam-bah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan orde
baru pimpinan Presiden Suharto.
Untuk
mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah
melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang ke-hidupan. Oleh karena itu,
diperlukan langkah-langkah strategis agar cita-cita reformasi mampu mencapai
tujuan dan sasaran secara tepat.
5) Bagaimana
pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir –akhir ini dari
sudut pandang etika dan bagaimana semestinya ?
Kebebasan
mengeluarkan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran
dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian
pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi,
pawai, rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga
negara dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen.
Perangkat perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat
pada dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya
dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab.
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan
pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk
tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi.
Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan
permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam
konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai
spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi
yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat.
Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa
berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana
unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan
pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.Dengan
melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan
Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di
Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan
dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan
agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi
anarkis.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan
adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari
cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering
terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan
dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang
dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak
manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas
tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain.
Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut
pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang
yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif
bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak
kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan
tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan
pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Semestinya, penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan
diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal
ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut:
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib
diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan,
pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam
sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan
secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan
ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan.